Harapan

Mengharapkan sesuatu ibaratkan meletakkan selembar daun di atas aliran sungai yang tenang, kita tak pernah tahu kemana selembar daun itu akan pergi atau apakah daun itu dapat terus terapung tanpa tenggelam atau terbentur bongkahan karang disela perjalananya, namun walaupun kita tahu bahwa selembar daun itu kemungkinan tak bisa dengan selamat mencapai tujuanya, kita tetap mengapungkanya di atas air itu, karena kita percaya, karena kita mempunyai harapan bahwa hal itu akan terjadi, segera terjadi paling tidak.
Bila harapan adalah mimpi indah di malam yang tenang, maka kenyataan adalah mimpi buruk di malam yang penuh hujan badai. Menyandingkan harapan dan kenyataan bagai mencampur air dan minyak, sulit terjadi. Namun dengan harapan, seseorang masih rela untuk hidup dalam berbagai kepedihan hidup dalam kenyataan kisahnya. Andai harapan itu telah musnah, dan hanya kenyataan hidupnya yang tersisa, mungkin tak banyak lagi suara-suara manis tentang mimpi dan harapan di angkasa, hanya keheningan dan rintihan yang satu persatu berubah menjadi kesunyian. Walaupun sulit disandingkan, namun harapan adalah penghubung dari rasa syukur akan kehidupan dan pedihnya kenyataan.
Manusia adalah penikmat dari harapan dan mimpi, mereka seakan mabuk dengan berbagai mimpi yang bagus-bagus, dan harapan tak masuk akal yang terus berputar-putar di otak selama hidup.
Itulah mengapa motivator berkembang bebas tanpa ampun.
Kamu sedang terpuruk, baru putus dengan pacar, BBM naik, jerawat di pipi bertambah satu, tambah hancur lagi saat tahu kalau poni di jidat kamu ada spasinya. Sudahlah, hidup ini sudah berakhir, lalu tiba-tiba kamu menyalakan televisi dan Whoilaa!, kebetulan sekali acara bapak motivator itu sedang disiarkan dan materinya sama dengan apa yang sedang kamu alami - atau sebenarnya tidak kebetulan, tapi memang kenyataanya masalah hidup manusia memang itu-itu saja- lalu kamu menontonya dengan antusias. Karena merasa teratasi masalahnya, si bapak motivator itu makin terkenal, solusi yang ditawarkan luar biasa sekali, kamu hanya perlu optimis, dan harapanmu tumbuh kembali berkali lipat, begitu pula jerawat di pipi kamu.
Kalau boleh jujur, saya tidak tertarik sama sekali dengan omongan motivator, siapapun. Bukan karena saya sudah patah arang dengan kehidupan, tapi tolonglah, solusi yang ditawarkan tak lebih dari menjual harapan saja, tak ada yang benar-benar memecahkan masalah. Tiap orang memiliki masalah masing-masing dan mungkin hampir mirip, tapi manusia adalah makhluk yang unik, dalam satu masalah yang sama, tak bisa diselesaikan dengan cara yang sama, cara A belum tentu bekerja dengan baik pada si B, padahal cara A sangat sukses diterapkan si C dengan masalah yang sama.
Bila ingin sukses dan menyelesaikan masalah yang ada, lihat pada dirimu, kaena hanya kamu yang tahu bagaimana cara menyelesaikan dan melewati itu, omongan orang lain hanyalah bumbu, kamu boleh mengolahnya, boleh acuhkan, intinya masalahmu, hanya kamu yang tahu cara menyelesaikanya.
Tulisan ini makin aneh saja, awalnya membahas harapan kenapa sampai motivator?, ah sudahlah, intinya adalah percaya pada dirimu sendiri untuk keluar dari problematika hidup yang sedang terjadi, jangan berhenti berharap karena harapan adalah nafas agar kamu tetap mau menjalani kehidupan, tapi ingat, jangan gantung harapnmu terlalu tinggi, jika sampai tak tercapai, maka kamu sendiri yang akan menangis meratapi. Jadi saat kamu merasa sudah dikecewakan dengan harapan palsu, tengok dulu, apakah otu salah dari dia atau harapanmu yang terlalu tinggi.
:)
Comments
Post a Comment